Dinasti Nikephoros (802–813)
Krisis Abad Ketiga dan Tetrarki
Setelah runtuhnya Dinasti Severa, Romawi mengalami masa krisis internal yang disebut Krisis Abad Ketiga (235–284 M), di mana terjadi pergantian kaisar yang cepat, invasi barbar, dan ketidakstabilan ekonomi. Untuk mengatasi krisis ini, Kaisar Diokletianus memperkenalkan sistem Tetrarki, di mana kekuasaan dibagi antara dua kaisar senior (augustus) dan dua kaisar junior (caesar). Sistem ini untuk sementara berhasil memulihkan stabilitas, tetapi tidak lama setelah pengunduran diri Diokletianus, kekuasaan kembali terpusat di tangan Konstantinus Agung.
Dinasti Palaiologos (Daftar pewaris di pengasingan)
Pada tahun 1453 Mehmed II berhasil merebut Konstantinopel, dan Kekaisaran Bizantium runtuh.
Kaisar Romawi adalah gelar yang digunakan oleh penguasa Kekaisaran Romawi dari masa berdirinya oleh Augustus pada 27 SM hingga jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 M, dan dilanjutkan dalam Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) hingga Konstantinopel jatuh pada tahun 1453 M. Gelar ini pertama kali diperkenalkan oleh Gaius Julius Caesar, tetapi penggunaannya sebagai gelar kekaisaran dimulai oleh penerusnya, Augustus, yang dianggap sebagai kaisar pertama. Kaisar Romawi memiliki kekuasaan tertinggi dalam politik, militer, dan keagamaan Romawi.
Julius Caesar, yang berasal dari keluarga patricius, memainkan peran penting dalam peralihan Republik Romawi menjadi Kekaisaran Romawi. Pada tahun 44 SM, Caesar diangkat sebagai diktator seumur hidup, sebuah gelar yang memperkuat kekuasaannya. Namun, pembunuhan Caesar pada tahun 44 SM memicu perang saudara di Romawi yang berlangsung hingga 27 SM, ketika kemenangannya disahkan oleh Senat, menjadikannya sebagai "Princeps Senatus" atau "pemimpin pertama senat." Augustus tidak menyebut dirinya sebagai "kaisar" secara langsung, tetapi kekuasaannya diakui sebagai kekuatan de facto.
Octavianus, yang kemudian dikenal sebagai Augustus, adalah penerus Julius Caesar dan dianggap sebagai kaisar pertama Romawi. Augustus mendirikan fondasi Kekaisaran Romawi dengan mengonsolidasikan kekuasaan di tangannya, termasuk komando militer tertinggi dan hak untuk menunjuk pejabat tinggi. Pada masa pemerintahannya (27 SM–14 M), Augustus memperkenalkan reformasi dalam pemerintahan, militer, dan sistem perpajakan yang meningkatkan stabilitas dan kemakmuran Romawi, serta memulai masa yang dikenal sebagai "Pax Romana" atau "Perdamaian Romawi."
Kaisar Romawi memiliki kekuasaan mutlak dalam berbagai aspek pemerintahan. Gelar resmi yang digunakan oleh seorang kaisar bervariasi sepanjang sejarah Romawi, dan sering mencerminkan kompleksitas kekuasaan yang dimilikinya:
Kaisar juga mengendalikan Senat, meskipun secara teknis merupakan badan legislatif tertinggi, kekuasaan senat secara bertahap berkurang di bawah kaisar.
Sepanjang sejarah Romawi, terdapat beberapa dinasti utama yang memerintah Kekaisaran Romawi. Setiap dinasti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan Kekaisaran.
Dinasti ini didirikan oleh Augustus dan diikuti oleh penerusnya yang berasal dari garis keluarga Julius Caesar dan Augustus. Kaisar terkenal dari dinasti ini termasuk Tiberius, Caligula, Claudius, dan Nero. Pada masa dinasti ini, Kekaisaran Romawi berkembang secara ekonomi dan militer, tetapi juga mengalami skandal politik yang melemahkan citra kaisar.
Setelah jatuhnya Dinasti Julio-Claudian, Vespasianus mendirikan Dinasti Flavia yang berhasil memulihkan kestabilan di Romawi. Keluarganya memerintah dengan gaya pemerintahan yang lebih militeristis. Kaisar-kaisar seperti Vespasianus dan putranya Titus berhasil menundukkan pemberontakan Yahudi dan membangun kembali Roma setelah kebakaran besar.
Dinasti ini dikenal dengan kaisar-kaisarnya yang adil dan bijaksana, termasuk Trajanus, Hadrianus, dan Marcus Aurelius. Masa pemerintahan mereka disebut sebagai puncak kejayaan Kekaisaran Romawi, ditandai dengan ekspansi besar-besaran dan reformasi hukum serta administrasi yang signifikan.
Dinasti ini dimulai dengan Septimius Severus, yang menguatkan kekuasaan militer dalam pemerintahan Romawi. Namun, setelah pemerintahan singkat Caracalla dan Severus Alexander, dinasti ini runtuh, menandai awal krisis abad ketiga yang melanda Kekaisaran Romawi.
Setelah runtuhnya Dinasti Severa, Romawi mengalami masa krisis internal yang disebut Krisis Abad Ketiga (235–284 M), di mana terjadi pergantian kaisar yang cepat, invasi barbar, dan ketidakstabilan ekonomi. Untuk mengatasi krisis ini, Kaisar Diokletianus memperkenalkan sistem Tetrarki, di mana kekuasaan dibagi antara dua kaisar senior (augustus) dan dua kaisar junior (caesar). Sistem ini untuk sementara berhasil memulihkan stabilitas, tetapi tidak lama setelah pengunduran diri Diokletianus, kekuasaan kembali terpusat di tangan Konstantinus Agung.
Konstantinus Agung (306–337 M) adalah kaisar yang paling dikenal karena mengadopsi Kekristenan sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi. Pada masa pemerintahannya, Konstantinus menyatukan kembali kekaisaran yang sebelumnya terpecah dan mendirikan ibu kota baru di Bizantium, yang kemudian dikenal sebagai Konstantinopel. Keputusan Konstantinus untuk mendukung Kekristenan mengubah wajah kekaisaran dan agama dunia barat selamanya.
Pada abad ke-4, Kekaisaran Romawi secara efektif dibagi menjadi dua bagian: Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur (kemudian dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium) yang berpusat di Konstantinopel. Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M setelah serangkaian serangan dari suku-suku barbar seperti Visigoth dan Vandal. Namun, Kekaisaran Romawi Timur terus bertahan hingga jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 M.
Warisan kaisar Romawi tetap hidup dalam sejarah Eropa dan dunia. Gelar "kaisar" digunakan dalam berbagai bentuk oleh penguasa lain sepanjang sejarah, seperti "Kaiser" di Jerman dan "Tsar" di Rusia, yang keduanya secara etimologis berasal dari "Caesar." Kekaisaran Romawi juga meninggalkan warisan hukum, seni, arsitektur, dan konsep pemerintahan yang terus mempengaruhi dunia modern hingga saat ini.
Berikut ini adalah daftar beberapa kaisar Romawi yang paling berpengaruh:
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pembentukan Konstantinopel pada tahun 330 M menjadi titik awal yang diterima secara umum dari Kekaisaran Romawi Timur, yang akhirnya jatuh ke tangan Kekaisaran Ottoman pada tahun 1453 M. Hanya para kaisar yang dianggap sebagai pemimpin sah dan menjalankan wewenang kekuasaan, kecuali untuk kaisar rekan (symbasileis) yang tidak pernah mencapai posisi sebagai pemimpin tunggal atau senior, serta sejumlah perebut kekuasaan atau pemberontak yang mengklaim gelar kekaisaran.
Daftar berikut ini dimulai dengan Konstantinus Agung, kaisar Kristen pertama, yang membangun ulang kota Bizantion menjadi ibu kota kekaisaran, Konstantinopel, dan yang diakui oleh para kaisar berikutnya sebagai pemimpin teladan. Para sejarawan modern membedakan fase akhir Kekaisaran Romawi ini sebagai Kekaisaran Bizantium karena pusat kekaisaran berpindah dari Roma ke Bizantion, integrasi Kekaisaran dengan agama Kristen, serta dominasi bahasa Yunani dibandingkan bahasa Latin.
Kekaisaran Bizantium adalah kelanjutan hukum langsung dari bagian timur Kekaisaran Romawi setelah pembagian Kekaisaran Romawi pada tahun 395. Kaisar yang tercantum hingga masa Theodosius I pada tahun 395 adalah penguasa tunggal atau bersama dari seluruh Kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi Barat bertahan hingga tahun 476. Para kaisar Bizantium menganggap diri mereka sebagai pewaris langsung kaisar Romawi sejak Augustus; istilah "Bizantium" baru digunakan dalam historiografi Barat pada abad ke-19. Penggunaan gelar "Kaisar Romawi" oleh mereka yang memerintah dari Konstantinopel tidak dipertanyakan hingga setelah Paus menobatkan Charlemagne dari Frank sebagai kaisar Romawi Suci (25 Desember 800).
Gelar semua Kaisar sebelum Heraklius secara resmi adalah "Augustus", meskipun gelar lain seperti Dominus juga digunakan. Nama mereka didahului oleh Imperator Caesar dan diakhiri dengan Augustus. Setelah Heraklius, gelar tersebut umumnya menjadi Basileus dalam bahasa Yunani (Gr. Βασιλεύς), yang sebelumnya berarti penguasa, meskipun Augustus tetap digunakan dalam kapasitas yang lebih terbatas. Setelah pembentukan Kekaisaran Romawi Suci saingan di Eropa Barat, gelar "Autokrator" (Gr. Αὐτοκράτωρ) semakin sering digunakan. Pada abad-abad berikutnya, Kaisar sering disebut oleh umat Kristen Barat sebagai "Kaisar Orang Yunani". Menjelang akhir Kekaisaran, rumusan gelar kekaisaran standar bagi penguasa Bizantium adalah "[Nama Kaisar] dalam Kristus, Kaisar dan Autokrat Roma" (cf. Ῥωμαῖοι dan Rûm).
Dinasti adalah tradisi dan struktur umum bagi para pemimpin dan sistem pemerintahan pada periode Abad Pertengahan. Prinsip atau ketentuan formal untuk suksesi turun-temurun bukanlah bagian dari pemerintahan Kekaisaran; suksesi turun-temurun adalah kebiasaan dan tradisi, dilaksanakan sebagai kebiasaan dan mendapatkan legitimasi, tetapi bukan sebagai "aturan" atau syarat mutlak untuk jabatan pada saat itu.
Pada tahun 1453 Mehmed II berhasil merebut Konstantinopel, dan Kekaisaran Bizantium runtuh.
Dinasti Komnenid (1081–1185)
Julian dan Jovian (361 – 364)
Kekaisaran Romawi Barat dan Timur
Pada abad ke-4, Kekaisaran Romawi secara efektif dibagi menjadi dua bagian: Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur (kemudian dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium) yang berpusat di Konstantinopel. Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M setelah serangkaian serangan dari suku-suku barbar seperti Visigoth dan Vandal. Namun, Kekaisaran Romawi Timur terus bertahan hingga jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 M.
Krisis pada Abad Ketiga (235 – 284)
uCatatan: Krisis abad ke-3 biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah keadaan kacau di Kekaisaran Romawi antara tahun 235 dan 284, yang hampir menyebabkan kehancuran Kekaisaran Romawi. Pada periode ini, Kekaisaran dipimpin oleh kira-kira 25 Kaisar. Periode ini dianggap berakhir setelah Diocletian berkuasa.
Dinasti Valentinianus (364–379)
Kaisar Romawi adalah gelar yang digunakan oleh penguasa Kekaisaran Romawi dari masa berdirinya oleh Augustus pada 27 SM hingga jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 M, dan dilanjutkan dalam Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) hingga Konstantinopel jatuh pada tahun 1453 M. Gelar ini pertama kali diperkenalkan oleh Gaius Julius Caesar, tetapi penggunaannya sebagai gelar kekaisaran dimulai oleh penerusnya, Augustus, yang dianggap sebagai kaisar pertama. Kaisar Romawi memiliki kekuasaan tertinggi dalam politik, militer, dan keagamaan Romawi.
Julius Caesar, yang berasal dari keluarga patricius, memainkan peran penting dalam peralihan Republik Romawi menjadi Kekaisaran Romawi. Pada tahun 44 SM, Caesar diangkat sebagai diktator seumur hidup, sebuah gelar yang memperkuat kekuasaannya. Namun, pembunuhan Caesar pada tahun 44 SM memicu perang saudara di Romawi yang berlangsung hingga 27 SM, ketika kemenangannya disahkan oleh Senat, menjadikannya sebagai "Princeps Senatus" atau "pemimpin pertama senat." Augustus tidak menyebut dirinya sebagai "kaisar" secara langsung, tetapi kekuasaannya diakui sebagai kekuatan de facto.
Octavianus, yang kemudian dikenal sebagai Augustus, adalah penerus Julius Caesar dan dianggap sebagai kaisar pertama Romawi. Augustus mendirikan fondasi Kekaisaran Romawi dengan mengonsolidasikan kekuasaan di tangannya, termasuk komando militer tertinggi dan hak untuk menunjuk pejabat tinggi. Pada masa pemerintahannya (27 SM–14 M), Augustus memperkenalkan reformasi dalam pemerintahan, militer, dan sistem perpajakan yang meningkatkan stabilitas dan kemakmuran Romawi, serta memulai masa yang dikenal sebagai "Pax Romana" atau "Perdamaian Romawi."