R dalam Pengelolaan Limbah Padat Non-B3
Pengelolaan limbah padat merupakan isu yang semakin mendesak dalam upaya mencapai pembangunan berkelanjutan. Salah satu pendekatan paling efektif dalam menghadapi tantangan ini adalah dengan menerapkan praktik 3R: Reduce, Reuse, dan Recycle.
Apa itu 3R (Reduce, Reuse, Recycle)?
3R merupakan singkatan dari Reduce, Reuse dan Recycle, yaitu suatu pendekatan pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sumber daya alam. Berikut penjelasan singkat masing-masing konsep dalam 3R:
Penerapan prinsip 3R dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA, mengurangi kebutuhan akan sumber daya alam baru, dan mengurangi emisi gas rumah kaca akibat pembuangan sampah. Prinsip 3R juga dapat membantu masyarakat dan perusahaan untuk menerapkan gaya hidup yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Pengelolaan Limbah non-B3
Setelah mengetahui jenis-jenisnya, selanjutnya kita perlu tahu bagaimana cara pengelolaannya, agar tidak mencemari lingkungan serta agar tidak dikenai sanksi hukum. Pengelolaan yang dapat dilakukan oleh setiap orang yang menghasilkan limbah non-B3 (yang selanjutnya disebut “Penghasil”) di antaranya:
Pengurangan dapat dilakukan sebelum dan/atau sesudah limbah non-B3 dihasilkan. Sebelum dihasilkan, dapat dilakukan pengurangan dengan modifikasi proses dan/atau penggunaan teknologi ramah lingkungan. Sedangkan, setelah dihasilkan, pengurangan dapat dilakukan dengan melakukan penggilingan, pencacahan, pemadatan, dan/atau sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penghasil dapat melakukan penyimpanan limbah pada fasilitas penyimpanan yang dilengkapi dengan prosedur tata kelola yang baik untuk menghindari ceceran dan tumpahan limbah ke media lingkungan.
Penghasil atau pemanfaat langsung dapat melakukan pemanfaatan terhadap limbah yang dihasilkan. Di mana pemanfaat langsung yang dimaksud adalah pemerintah, pemerintah daerah, kelompok orang, dan badan usaha yang memiliki perizinan berusaha. Pemanfaatan tersebut dapat meliputi:
substitusi bahan baku substitusi sumber energi bahan baku produk samping, dan/atau pemanfaatan lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Limbah non-B3 dapat ditimbun pada fasilitas:
penimbusan akhir, penempatan kembali di area bekas tambang, bendungan penampung limbah tambang, dan/atau fasilitas penimbunan lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Proses pengangkutan limbah wajib dilengkapi dengan berita acara perpindahan limbah yang diisi oleh Penghasil, pengangkut, dan pihak lain yang melakukan pengolahan lanjutan. Pengangkutan yang dilakukan wajib memenuhi ketentuan berupa:
Menjamin tidak terjadinya ceceran, tumpahan, dan/atau pencemaran lingkungan; dan Menggunakan alat angkut yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi.
Apabila Penghasil tidak mampu melakukan pengelolaan sendiri, maka Penghasil dapat melakukan ekspor. Ekspor dilakukan pada negara tujuan dengan catatan, Penghasil harus mengajukan permohonan notifikasi kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri.
Pemantauan dan pelaporan terhadap kegiatan dan neraca massa pengelolaan limbah dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kepada menteri, gubernur, bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
Perlu diketahui bahwa Penghasil tidak diwajibkan untuk menjalankan keseluruhan pengelolaan. Pengelolaan yang wajib dilakukan oleh Penghasil meliputi penyimpanan dan pelaporan.
Perbedaan Limbah B3 dan Limbah non-B3
Perbedaan antara keduanya dijelaskan sebagai berikut:
Limbah B3 memiliki karakteristik berbahaya dan beracun seperti korosif, toksik, infeksius, mudah menyala, dan lainnya, sedangkan limbah non-B3 tidak memiliki karakteristik tersebut.
Dampak lingkungan yang dihasilkan oleh limbah non-B3 dapat mencemari lingkungan, hanya saja dampak yang ditimbulkan tidak sebesar dampak yang ditimbulkan dari limbah B3.
Pengelolaan limbah non-B3 dilakukan dengan ketat namun tidak seketat pengelolaan limbah B3.
Pengklasifikasian dan Identifikasi
Limbah non-B3 relatif lebih mudah untuk diidentifikasi karena tidak memiliki karakteristik berbahaya atau beracun. Sedangkan, limbah B3 membutuhkan analisis yang dalam untuk menentukan jenis dan kategori limbah B3.
Contoh Pengelolaan Limbah Non B3
Itulah uraian mengenai limbah non B3 lengkap beserta ciri-ciri limbah non B3.
Kini, mari beranjak untuk melihat apa saja contoh limbah non B3 dan karakteristiknya.
5 Contoh Kerajinan dari Limbah Kertas dan Cara Membuatnya
Sisa makanan adalah contoh limbah non B3 yang paling banyak dihasilkan oleh manusia.
Sisa makanan biasanya mengandung bahan-bahan organik, seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Karakteristik sisa makanan adalah:
Kertas adalah contoh limbah non B3 yang sering dihasilkan oleh kegiatan kantor, sekolah, dan rumah tangga.
Kertas biasanya terbuat dari kayu, pulp, atau bahan-bahan lainnya. Karakteristik kertas adalah:
Plastik merupakan contoh limbah non B3 yang sering dihasilkan oleh kegiatan industri, limbah rumah tangga, dan perdagangan.
Plastik biasanya terbuat dari minyak bumi atau bahan-bahan lainnya. Karakteristik plastik adalah:
9 Contoh Bahan Bakar Ramah Lingkungan beserta Penjelasannya untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global
Logam termasuk contoh limbah non B3 yang sering dihasilkan oleh kegiatan industri, pertambangan, dan rumah tangga.
Logam biasanya terbuat dari besi, baja, atau bahan-bahan lainnya. Karakteristik logam adalah:
Sisa baterai adalah limbah non B3 yang sering dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, industri, dan transportasi.
Karakteristik sisa baterai adalah:
Sisa elektronik termasuk contoh limbah non B3 yang sering dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, industri, dan perdagangan.
Karakteristik sisa elektronik adalah:
Sisa oli merupakan contoh limbah non B3 yang sering dihasilkan oleh kegiatan industri, transportasi, dan rumah tangga.
Sisa oli biasanya mengandung bahan-bahan berbahaya, seperti logam berat, asam, dan zat kimia. Karakteristik sisa oli adalah:
Contoh limbah non B3 yang sering dihasilkan oleh kegiatan industri, pertukangan, dan rumah tangga adalah sisa cat.
Sisa cat biasanya mengandung bahan-bahan berbahaya, seperti logam berat, bahan kimia, dan pelarut. Karakteristik sisa cat adalah:
14 Contoh Penanganan Pengolahan Limbah B3 dan Non B3 yang Benar
Contoh limbah non B3 yang sering dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, industri, dan perdagangan selanjutnya adalah kaca.
Sisa kaca biasanya terbuat dari kaca, yang merupakan bahan non-organik yang sulit terurai oleh mikroorganisme.
Karakteristik sisa kaca adalah:
Sisa kain merupakan contoh limbah non B3 yang sering dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, industri, dan perdagangan.
Sisa kain biasanya terbuat dari serat alam atau sintetis. Karakteristik sisa kain adalah:
Contoh limbah non B3 selanjutnya adalah sisa kayu yang sering dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, industri, dan pertanian.
Sisa kayu biasanya terbuat dari kayu, yang merupakan bahan organik yang mudah terurai oleh mikroorganisme. Karakteristik sisa kayu adalah:
Penting untuk mengetahui jenis-jenis limbah non B3 dan karakteristiknya, agar dapat dikelola dengan tepat.
Pengelolaan limbah non B3 yang tepat dapat membantu mengurangi dampak negatif limbah non B3 terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
Itulah penjelasan mengenai limbah non B3 beserta dengan contoh limbah non B3 yang ada di sekitar kita.
Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu:
Kost Dekat UNPAD Jatinangor
Kost Dekat UNDIP Semarang
Kost Dekat Unnes Semarang
Kost Dekat ITB Bandung
Kost Dekat ITS Surabaya
Kost Dekat Unesa Surabaya
Kost Dekat UNAIR Surabaya
Kost Dekat UIN Jakarta
Perbedaan Limbah Padat Domestik Dan Limbah Padat Non Domestik
Limbah B3: Limbah B3 memiliki sifat berbahaya seperti korosif, reaktif, toksik, atau mudah terbakar. Contohnya adalah logam berat, bahan kimia beracun, pestisida, dan bahan kimia berbahaya lainnya.
Limbah Non B3: Limbah non-B3 tidak memiliki sifat berbahaya atau beracun secara intrinsik seperti kertas, plastik, kayu, dan limbah organik.
Golongan limbah B3 ini sesuai dengan namanya merupakan bahan limbah berbahaya dan beracun yang mudah terbakar, meledak, korosif, mengandung racun, bersifat reaktif, dan menimbulkan infeksi. Limbah dengan label bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan unsur atau zat, atau energi, dan komponen lain yang memiliki kemampuan untuk mencemari atau bahkan melakukan kerusakan terhadap lingkungan, dan juga dapat membahayakan dari segi kesehatan serta kondisi normal manusia, bahkan memiliki kemampuan untuk menimbulkan kematian kepada makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan.
Setiap perusahaan, dalam kegiatan operasionalnya pasti menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan bisa berasal dari berbagai jenis, termasuk limbah domestik, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun (non-B3).
Limbah non-B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak menunjukkan karakteristik limbah B3. Walaupun begitu, penting untuk mengelolanya dengan baik demi mencegah dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Di Indonesia, regulasi terkait pengelolaan limbah ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai limbah non-B3 dan strategi pengelolaannya. Selain itu, juga akan dijelaskan pedoman penyusunan Dokumen Rincian Teknis (DRT), yang merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengelolaan limbah tersebut.
Apa Saja yang Termasuk Limbah non-B3?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah non-B3 dibedakan menjadi:
adalah limbah yang sudah tidak memiliki karakteristik bahan berbahaya dan beracun, dan telah memenuhi ketentuan penggunaan minimal teknologi terbaik dan ramah lingkungan. Berikut contohnya:
adalah limbah yang sebelumnya merupakan limbah B3 dari sumber spesifik umum dan sumber spesifik khusus yang telah memenuhi prosedur pengecualian.
Tata Kelola Limbah Non B3
Tata kelola limbah non-B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup pengurangan, pemanfaatan, pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan limbah non-B3.
Tata kelola limbah non-B3 bertujuan untuk mencegah dan mengurangi dampak negatif limbah non-B3 terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
Pengurangan limbah non-B3 adalah kegiatan untuk mengurangi jumlah limbah non-B3 yang dihasilkan.
Pengurangan limbah non-B3 dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
Pemanfaatan limbah non-B3 adalah kegiatan untuk memanfaatkan limbah non-B3 menjadi produk baru yang bermanfaat.
Pemanfaatan limbah non-B3 dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
Pengumpulan limbah non-B3 adalah kegiatan untuk mengumpulkan limbah non-B3 dari penghasil limbah non-B3.
Pengumpulan limbah non-B3 dapat dilakukan oleh penghasil limbah non-B3 atau oleh pengelola limbah non-B3.
11 Contoh Limbah Pertanian beserta Pemanfaatannya Lengkap
Pengangkutan limbah non-B3 adalah kegiatan untuk mengangkut limbah non-B3 dari penghasil limbah non-B3 atau pengelola limbah non-B3 ke tempat pengolahan atau penimbunan.
Pengangkutan limbah non-B3 harus dilakukan dengan aman dan memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pengolahan limbah non-B3 adalah kegiatan untuk mengolah limbah non-B3 menjadi limbah yang aman.
Pengolahan limbah non-B3 dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
Penimbunan limbah non-B3 adalah kegiatan untuk menimbun limbah non-B3 yang tidak dapat diolah atau dimanfaatkan.
Penimbunan limbah non-B3 harus dilakukan di tempat penimbunan limbah non-B3 yang memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Apa itu Limbah Non B3?
B3 dalam istilah limbah B3 ternyata merupakan akronim dari ‘bahan berbahaya dan beracun’, dengan demikian berarti limbah non B3 adalah kebalikan dari limbah B3.
Limbah non B3 adalah limbah yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Limbah non B3 dapat berasal dari berbagai kegiatan, misalnya kegiatan industri, pertanian, rumah tangga, dan pertambangan.
Berikut adalah pengertian limbah non B3 menurut pemerintah Indonesia:
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah non B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, dan/atau karena sifat kombinasinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan kesehatan manusia.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah non B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, dan/atau karena sifat kombinasinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan kesehatan manusia, termasuk sisa kemasan, sisa proses, abu, dan/atau sisa pembakaran.
Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), limbah non B3 adalah limbah yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Pengertian Limbah non-B3
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 Pasal 1 Ayat (70), limbah non-B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak menunjukkan karakteristik limbah B3.
Karakteristik limbah B3 yang dimaksud adalah mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan/atau beracun.
Peran Konsultan Lingkungan
Konsultan lingkungan tidak hanya memiliki kemampuan untuk menyusun dokumen lingkungan seperti AMDAL, UKL-UPL, SPPL, DELH, dan DPLH. Mereka juga memiliki kemampuan untuk menyusun Dokumen Rencana Teknis (DRT) Pengelolaan Limbah non-B3. Konsultan lingkungan memiliki kompetensi serta pengalaman yang relevan untuk menyusun DRT dengan standar yang sesuai dan tepat guna dalam pengelolaan limbah non-B3.
Meskipun DRT bisa disusun oleh individu tanpa sertifikasi khusus, namun mempercayakan penyusunannya kepada konsultan lingkungan yang telah memiliki pengalaman dan pengetahuan akan memberikan kemudahan bagi perusahaan.
Konsultan lingkungan dapat membantu perusahaan untuk melakukan identifikasi dan inventarisasi limbah yang dihasilkan, membantu untuk menentukan alternatif pengelolaan yang sesuai dengan regulasi yang berlaku, menyesuaikan dengan kondisi perusahaan, serta membantu perusahaan untuk mendapatkan persetujuan dari instansi terkait. Dengan demikian, perusahaan dapat menyusun DRT yang memenuhi persyaratan perundang-undangan dan dapat dilaksanakan secara efektif.
Salah satu konsultan lingkungan yang memiliki pengalaman dalam menyusun DRT adalah PT Citra Melati Alam Prima. PT Citra melati Alam Prima merupakan konsultan lingkungan dan perizinan yang telah berpengalaman lebih dari dua puluh tahun. Portofolio dan testimoni dari klien kami dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai layanan kami, Anda dapat berkonsultasi dengan kami di sini.
Pertamina Refinery Unit III Plaju mengajak masyarakat memanfaatkan limbah Non B3 untuk urban farming. Limbah Non B3 merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan berupa skrap dan reja yang tidak termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun.
Area Manager Communication, Relations & CSR RU III Plaju Siti Rachmi Indahsari mengungkapkan limbah ini dapat mempunyai nilai tambah dan masyarakat dapat penghasilan tambahan. Beberapa jenis limbah non B3 dapat dikreasikan berupa kayu palet bekas, jerigen bekas hand soap atau hand sanitizer dan karung produk polytam reject.
"Limbah non B3 tersebut dikreasikan menjadi beberapa produk turunan yang bermanfaat dan bernilai jual, antara lain, kayu palet bekas dimanfaatkan untuk media penanaman-rak tanaman urban farming dan media budidaya, khususnya untuk pembesaran burayak ikan cupang," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (1/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jerigen bekas hand soap atau hand sanitizer dimanfaatkan untuk pot tanaman, tempat sabun untuk wastafel portable, tempat breeding ikan cupang, dan tempat tissue," imbuh di Kampung Kreasi, Kelurahan Talang Bubuk, Kecamatan Plaju, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
Selain itu, kata dia, limbah non B3 juga dapat dimanfaatkan menjadi Larung Polypropylene (Polytam) reject yang dipadukan dengan kain Jumputan Palembang untuk goody bag dan pouch bernilai jual sekaligus dapat menambah penghasilan ibu rumah tangga yang memiliki skill menjahit.
Salah satu warga setempat yakni Choirul Bahri mengaku terbantu dengan Limbah Non B3 dari Pertamina ini. Menurutnya, ada banyak hasil daur ulang yang dimanfaatkan dari limbah tersebut, sehingga memberikan keuntungan bagi dirinya.
"Kami sangat terbantu dengan limbah non B3 dari kilang ini. Palet kemarin dimanfaatkan ibu-ibu untuk rak tanaman, baru dapat 5 rak. Selain itu juga, palet sama jerigen dijadikan kawan-kawan untuk budidaya ikan hias," ucapnya.
"Hari ini ibu-ibu buat pot bunga dari kain handuk bekas dan semen. Alhamdulillah, bermanfaat dan semoga menjadi ladang amal untuk Pertamina juga," imbuhnya.
Tidak hanya itu, pemanfaatan limbah non B3 ini juga turut menjadi bagian dari penghilang stress di masa pandemi COVID-19. Ibu Etawati misalnya memperoleh manfaat dari pemanfaatan limbah non B3 ini untuk menanam bunga hingga sayur-sayuran.
"Alhamdulillah karena ada kayu palet dari kilang terus dibuat sama bapak-bapak jadi rak tanaman, ibu-ibu punya kegiatan. Kami tanam bunga, sayur, cabai begitu di depan pekarangan sempit depan rumah. Lumayan, bikin gak stress mikir Covid terus. Belum lagi karungnya, bisa jadi goody bag juga, menghasilkan uang tambahan," jelasnya.
%PDF-1.4 %äüöß 2 0 obj <> stream xœí]M‹,½uÞß_ÑkCOJR•T—‚ééž@vN.da¼Jâ@ˆñÆ?’ηT¥î™×�,‚ñÜî*}=çSGýNoîò×ÿ}™.×)ŒÎç¿i+ÿòo—þÝå¿êËò¿¿üû�Û¯©6˜ã[¼üú×Ëß}º‹›.¿þô‡Ÿ“Û¯ñçäwçNa¿†ŸÓ¼»éç´Ôϱþõ»/s»T¿¯{þ³íW—ÿyßËßÛ~ÍM>êÛ{ý|Û ò(Ý?ñiþë¦2ÔNÀ£~`ãL‰sÒÆXJ; ÆðHÙ5! .pC7«†u2$ÈÇ»�ƒË®‹,T»Ú¸XÖHdÜy=.áÈ+/#?ú�yi†d¹H“Eyœ»lu(úûÇ_ÿðãñëÇï›íÛ⛿¤i~Û`ûüÅEÞ¾<¨ŸÂ4çÀÐe³ðß”ÿò~å�[f¬¹ìT~~‡ç>òÿ?q{óƒ6/_2k眚ãs¯Ï2÷l61.d‚îu¸:r! ò‘‰qDe8[ñâbAl·ä2Ó¯ÿ8êᶔ™×ø¶4LÑ•i‰°/y½e#ëj¼«oê^½Ÿ,v˃!/Kó“udÁ‹—W;$é½0šóe ÷Q¿ºŒ7@v¥êVYçv·f¾gœÝaÊÚ¡~^ÊfO€×JíZ^Çúå�. u¹Uíó I�‚/wÜ»ˆà(#âÄîsçÎåk%-w6=ñݲϹ¯Ÿ2ÒämÖ&g;Ö¼·-k Çûë}Vtó¦4Š€/4!�ÞÁ—Ê=ï3©u¯²("–ø°£<øY±/ät»Î?ýrF|–„¬uÓÛÌPs°¯• qwIkp®ºo.ZÎý„qËî/õ�«š((ä v ÎÖ}Ù ªŠ¹æ6ùí&]ËT»ì»áèÕá\>ºªÊëU_:Òˆ÷JÎ)d}JY„W÷Øë:Ê$÷2^: ½ù‰´{$¦>Í F:üT¿¿ïÄ•OþÎÄ-° rÈƼÙ3š ïw0FWšÍ°ŽŒÄR)«´âpäë9·N8´†‚ÜiyKÌ °¦~s6ƒòðô= n"¿W›[P@mßë[hùY,‡í”~¢-zß•�Îæá!”G¹g4³”„þ±!¢š|O–‘ZƒÍn)A+×÷\`±U�\ã`5ÍìÅ�È� ©Ü OžjÂG´Ì\ Ñ HŠ¯2´¨‡°§ c¢o«¼pŠ™°3‘‰á-\–mÎÈ""[Þ°÷*-I8V'r6U1›—µ)îÞvö‘¨ó5¾ØÎeõ>³ÑJÍVÙ=žÕïÕ-¤ÝäÖDªíî‹IñÑlá‹àîe<_=¿•�ïøñt•SVPKÜ”ššÈ"”žu®o%p¹.ëœsËÙ˜þWÔôtÜsÉ:AõçÑE÷}Ù•R•Y•o—#Ó-[ P„ð<"è§êŠ�{œPIùÜ@Ñä�*MÏ¿üùÇ”¡ðW|õ�ÿ#Ç .CõÏ"|üÏË?õÜØ–Â�ÙŽfYxTˆíJÛʾg}�ðñ§³]/Á%’˜E�íëØW€WÏÜ}îleÜ;r%È©ˆËÐÅÒoÃDqÆÀøªtêƒ û ^€3F*<¢8 —q@i4·‘†Š_T$TÌÖ¤£ðeÂ9R±úF@cn—Hd–=ˆ}WBÆ£•hÅ×EeÉŠE<$(¹ñh̓ÿüÿñ™í‹ Hƒiø